Minggu, 27 April 2014

ulumul qur'an



A.    Pembahasan
Pengertian al quran
Alquran adalah mu’jizat qur’an yang kekal dan mu’jizatnya selalu diperkuat oleh kemajuan ilmu pengetahuan.[1]
Secara terminologi, alqur’an berarti kalam allah yang diturunkan kepada nabi muhammad saw melalui malaikat jibril, sampai kepada kita secara mutawatir. Di mulai dengan surah Al fatihah dan di akhiri dengan surah an-nas, dan dinilai ibadah (berpahala)bagi setiap orang yang membacanya.[2]
Seperti yang ada pada surat al-alaq, yang bermakna bahwa allah menyuruh umat islam mengumpulkan ide ide atau gagasan yang tredapat dalam alam raya atau dimana saja, dengan tujuan agar si pembaca melalui gagasan , bukti atau ide yang terkumpul dalam pikirannya itu, memperoleh suatu kesimpulan bahwa segala yang ada di atur oleh allah.[3]
Pengertian ulumul qur’an
Secara etimologi , ulumul al-quran terdiri dari dua kata yaitu ulum dan al-quran. Ulum adalah jamak dari al-alim yang berarti ilmu, maka ulum ilmu ilmu. Sedangkan kata alqur’an, secara harfiah berasal dari kata qara’ah yang berarti membaca atau mengumpulkan.[4]
Jadi ulumul qur’an secara istilah bermakna “segala ilmu yang membahas tentang kitab yang diturunkan kepada nabi muhammad saw yang berkaitan dengan turun, bacalaan, kemukjizatan, dan lain sebagainya”.
Muhammad Ash-shabuni mendefinisikan ulumul quran itu kajian kajian yang yag berhubungan dengan alquran dari aspek turun, pengumpulan, susunan, kodifikasi,asbab an-nuzul, al-makki wa al-madani,pengetahuan tentang an-naskh dan al –mansukh, mukham dan mutasyabih dan lain az-Zarqani, Ulumul Qur’an adalah kajian-kajian yang berhubungan dengan alquran.[5] )
Sedangkan menurut as Suyuthi (dalam itmam aD Dariyyah) suatu ilmu yang membahas keadaan keadaa al Qur’an dari segi nuzulnya, sanadnya , adab-adabnya, lafadh-lafadhnya, makna-maknanya yang bertautan dengan lafadh, makna-makna nya yang bertautan dengan hukum, dan sebagainya.[6]
 al –Syekh al-Maghribi (dalam al Qur’an adalah suatu ilmu yang menjelaskan suatu keadaan-keadaan alquran , baik mengenal penafsiran ayat-ayat, pentakwilannya, penjelasan maksudnya, asbabunnuzulnya, nasikh mansukhnya,per-sesuaan satu ayat dengan ayat sebelumnya, mengenai ushlubnya, rupa-rupa qiro’atnya, cara meresamkan (menuliskan) kalimat, dan sebagainya.[7]
Sejarah dan perkembangan ulumul quran
a.      Pada abad I dan II H.
Pada masa nabi SAW,. Pada masa pemerintahan Pada masa Nabi dan pemerintahan Abu Bakar dan Umar, Ilmu-ilmu Al-Quran belum dibukukan, karena umat Islam belum memerlukannya. Sebab umat Islam pada waktu itu adalah para sahabat Nabi yang sebagian besar terdiri dari bangsa Arab Asli (suku Quraisy dan sebagainya), sehingga mereka mampu memahami Al-Quran dengan baik, karena bahasa Al-Quran adalah bahasa mereka sendiri dan mereka mengetahui sebab-sebab turunnya ayat-ayat Al-Quran. Karena itu, para sahabat Nabi jarang sekali bertanya kepada Nabi tentang maksud suatu ayat. Misalnya sahabat pernah bertanya kepada Nabi tentang arti "zulum" (aniaya) pada surat Al-An'am ayat 82. Sahabat bertanya: Siapakah di antara kita yang tidak berbuat aniaya kepada dirinya, Nabi menjelaskan bahwa yang dimaksud "zulum" itu adalah perbuatjjan syirik.
Pada masa pemerintahan Usman terjadi perselisihan di kalangan umat Islam mengenai bacaan Al-Quran, maka Khalifah Usman mengambil tindakan penyeragaman tulisan Al-Quran demi untuk menjaga keseragaman Al-Quran dan untuk menjaga persatuan umat Islam. Dan tindakan Khalifah Usman tersebut merupakan perintisan bagi lahimya suatu ilmu yang kemudian dinamai "Ilmu Rasmil Quran" atau "Ilmu Rasmil Usman".
Pada masa pemerintahan Ali makin bertambah banyak bangsa-bangsa non Arab yang masuk Islam dan mereka salah membaca Al-Quran, sebab mereka tidak mengerti i'rabnya (kedudukan kata-kata dalam suatu kalimat), padahal pada waktu itu tulisan Al-Quran belum ada harakat-harakatnya, huruf-hurufnya belum ada titik-titiknya dan tanda-tanda lainnya yang memudahkan kepada Abul Aswad Al-Duali (wafat tahun 691 H) untuk menyusun kaidah-kaidah bahasa Arab, demi untuk menjaga keselamatan bahasa Arab yang menjadi bahasa Al-Quran. Maka tindakan khalifah Ali yang bijaksana ini dipandang sebagai perintis bagi lahirnya Ilmu Nahwu dan Ilmu i’rall quran.
Pada abad I dan II H selain Usman dan Ali, masih terdapat banyak Ulama yang diakui sebagai perintis bagi lahirnya ilmu yang kemudian dinamai Ilmu Tafsir, Ilmu-Asbabun Nuzul, Ilmu Makki wal Madani, Ilmu Nasikh wal Mansukh dan Ilmu Garibul quran.
Adapun tokoh-tokoh yang meletakkan batu pertama untuk lahirnya ilmu-ilmu Al-Quran tersebut di atas, ialah:Dari kalangan Sahabat: Khalifah empat, Ibnu Abbas, Ibnu Mas'ud, Zaid bin Tsabit, Ubay bin Ka'ab, Abu Musa Al-Asy'ari, Ibnu Al-Zubair.
Dari kalangan Tabi'in: Mujahid, Atha' bin Yasar, 'Ikrimah, Qatadah, Al-Hasan Al-Basri, Sa'id bin Jubair, Zaid bin Aslam. Dari kalangan Tabi'ut Tabi'in: Malik bin Anas.
Pada masa penyusunan ilmu-ilmu agama yang dimulai sejak permulaan abad II H, maka para Ulama memberikan prioritas atas penyusunan Tafsir, sebab Tafsir adalah Ummul 'Ulum Al-Qur'aniyah (induk ilmu-ilmu Al-Quran).[8]
Di antara Ulama abad II H yang menyusun Tafsir, ialah:
Syu'bah bin Al-Hajjaj (wafat tahun 160 H).
Sufyan bin uyainah (wafat tahun 198 H).
Waki’ bin al-jarrah (wafat tahun 197 H).
Tafsir mereka dengan cara menghimpun pendapat-pendapat dari kalangan Sahabat dan Tabi'in. Kemudian Ibnu Jarir Al-Thabari (wafat tahun 310 H), menyusun Tafsir Al Thabari dan diakui sebagai kitab Tafsir yang paling besar dan paling tinggi nilainya, karena si pengarang adalah Mufassir yang pertama-tama mengemukakan pendapat-pendapat yang berbeda-beda dan menunjukkan salah satu pendapat yang dipilihnya, disertai keterangan riwayat-riwayat (sumber-sumber) yang benar dan tersusun rapi, dilengkapi penjelasan-penjelasan tentang i'rabnya dan hukum-hukum Al-Quran yang dapat diistimbatkan.[9]
Dari perkembangan kitab-kitab Tafsir sejak dimulai usaha penyusunan Tafsir-tafsir Al-Quran pada abad II H sampai sekarang ini, maka kita dapat mengetahui bahwa di samping ada ulama yang menafsirkan Al-Quran dengan naqli (tafsir bin manqul), ada pula yang menafsirkannya dengan rayi/akal (tafsir bin ma'qui). Demikian pula, ada Ulama yang menafsirkan Al-Quran seluruhnya, ada yang menafsirkan satu juz atau satu sural atau kumpulan ayat tertentu, misalnya Ayat Ahkam dan sebagainya.[10]
b.      Pada abad III dan IX H.
Pada abad III H selain Tafsir dan Ilmu Tafsir, para Ulama mulai menyusun pula beberapa Ilmu Al-Quran, ialah:
  • Ali bin Al-Madini (wafat tahun 234 H) menyusun Ilmu Asbabun Nuzul.
  • Abu Ubaid Al-Qasim bin Salam 224 H) menyusun Ilmu Nasikh wal Mansukh dan Ilmu Qiraat.Muhammad bin Ayyub Al-Dhirris (wafat tahun 294 H) menyusun Ilmu Makki wal Madani.
  • Muhammad bin Khalaf Al-Marzuban (wafat tahun 309 H) menyusun kitab Al-Hawi fi Ulumil Quran (27 juz).
Pada abad IV H mulai disusun Ilmu Garibul Quran dan beberapa kitab Ulumul Quran dengan memakai istilah Ulumul Quran dengan memakai istilah Ulumul Quran. Di antara Ulama yang menyusun Ilmu Garibul Quran dan kitab-kitab Ulumul Quran pada abad IV ini, ialah:
  • Abu Bakar Al-Sijistani (wafat tahun 330 H) menyusun Ilmu Garibul Quran.
  • Abu Bakar Muhammad bin Al-Qasim Al-Anbari (wafat tahun 328 H) menyusun kitab Ajaibu Ulumil Quran. Di dalam kitab ini, ia menjelaskan atas tujuh humf, tentang penulisan Mushaf, jumlah bilangan surat-surat, ayat-ayat dan kata-kata dalam Al-Quran.
  • Abul hasan Al-Asy'ari (wafat tahun 324 H) menyusun kitab Al-Mukhtazan fi Ulumil Quran.
  • Abu Muhammad Al-Qassab Muhammad bin Ali Al-Karakhi (wafat tahun 360 H) menyusun kitab:
  • Muhammad bin Ali Al-Adwafi (wafat tahun 388 H) menyusun kitab Al-Istgna' Fi Ulumil Quran (20 jilid).[11]
c.       Pada abad V dan VI H.
Pada abad V H mulai disusun Ilmu I'rabil Quran dalam satu kitab. Di samping itu, penulisan kitab-kitab dalam Ulumul Quran masih terus dilakukan oleh Ulama pada masa ini.

Adapun Ulama yang berjasa dalam pengembangan Ulumul Quran pada abad V ini, antara lain ialah:
  • Ali bin Ibrahim bin Sa'id Al-Khufi (wafat tahun 430 H) selain mempelopori penyusunan Ilmu I'rabil Quran, ia juga menyusun kitab Al-Burhan Fi Ulumil Quran. Kitab ini selain menafsirkan Al-Quran seluruhnya, juga menerangkan Ilmu-ilmu Al-Quran yang ada hubungannya dengan ayat-ayat Al-Quran yang ditafsirkan. Karena itu, ilmu-ilmu Al-Quran tidak tersusun secara sistematis dalam kitab ini, sebab ilmu-ilmu Al-Quran diuraikan seeara terpencar-pencar, tidak terkumpul dalam bab-bab menurut judulnya. Namun demikian, kitab ini merupakan karya ilmiah yang besar dari seorang Ulama yang telah merintis penulisan kitab tentang Ulumul Quran yang agak lengkap.
    Abu 'Amr AI-Dani (wafat tahun 444 H) menyusun kitab Al-Taisir Fil Qiroatis Sab'i dan kitab Al-Muhkam Fi al-Nuqoti.
Pada abad VI H, di samping terdapat Ulama yang meneruskan pengembangan Ulumul Quran, juga terdapat Ulama yang mulai menyusun Ilmu Mubhamatil Quran. Mereka itu antara lain, ialah:
  • Abul Qasim bin Abdurrahman Al-Suhaili (wafat tahun 581 H) menyusun kitab tentang Mubhamatid Quran, menjelaskan maksud kata-kata dalam Al-Quran yang tidak jelas apa atau siapa yang dimaksudkan. Misalnya kata rajulun (seorang lelaki) atau malikun (seorang raja).
  • Ibnul Jauzi (wafat tahun 597 H) kitab Fununul Afnan Fi Ajaibil Qur’an  dan kitab Al-Mujtaba Fi Ulumin Tata’allaqu Bil Qur’an. dan kitab Al-Mujtaba Fi Ulumin Tata'allaqu Bil Quran.[12]
d.      Pada abad VII dan VIII H.
Pada abad VII H, Ilmu-ilmu Al-Quran terus berkembang dengan mulai tersusunnya Ilmu Majazul Quran dan tersusun pula Ilmu Qiraat. Di antara Ulama abad VII yang besar perhatiannya terdapat Ilmu-ilmu Al-Quran, ialah:
  • Ibnu Abdis Salam yang terkenal dengan nama Al-Izz (wafat tahun 660 H) adalah pelopor penulisan Ilmu Majazul Quran dalam satu kitab.
  • Alamuddin' Al-Sakhawi (wafat tahun 643 H) menyusun Ilmu Qiraat dalam kitabnya Jamalul Qurra 'Wa Kamalul Iqra'.
  • Abu Syamah (wafat tahun 655 H) menyusun kitab Al-Mursyidul Wajiz Fi Ma Yata'allaqu bil Quran.[13]
Dan pada abad VII H. Telah muncul pula beberapa Ulama’ ulama yang menyusun ilmu ilmu baru tentang al Quran. Disamping itu penulisan kitab-kitab tentang ulumul quran tetap berjalan diantara ulama yang terkenal di bidang yang satu ini pada abad ini adalah:
  • Ibnu abi al ishba’ yang menyusun buku ilmu badha’i al Quran
  • Ibn al Qayyim (wafat tahun 752 H) yang menyusun buku ilmu Aqsam al Quran.
  • Najm ad Dln athThusi (wafat tahun 716 H)yang menyusun ilmu hujaj al Quran.
  • Badr ad Din az Zarkasyi (wafat tahun 794 H)yang menyusun buku al Burhan fi’ ulum al Quran(terdiri atas 4 jilid)
  • Abul Hasan al Mawardimenyusun buku ‘Ilmu Amtsal al Quran.[14]
e.       Pada abad IX dan X H.
Pada abad IX dan permulaan abad X H. Semakin banyak karya-karya Ulum al Quran. Pada abad inilah perkembangan Ulum al Quran mencapai puncak kesempurnaan. Diantara ulama yang menyusun kitab Ulum al Quran pada abad ini adalah :
  • Jalal ad Din al Buqini (wafat tahun 824 H) yang menyusun buku Mawaqi al Ulum min Mawaqi an Nujum. Menurut as Suyuti, bahya al Buqini adalah pelopor penyusunan Ulum al Quran yang lengkap, karena bukunya meliputi 50 macam ilmu al Quran.
  • Muhammad Ibn Sulaiman al Kafiaji (wafat tahun 879 H) yang menyusun at Taisir fi Qawaid at Tafsir.
  • Jalal ad Din as Suyuthi (wafat tahun 911 H) yang menyusun buku at Tahbir fi Ulum at Tafsir. Kitap ini selesai pada tahun 872 dan merupakan buku Ulum al Quran yang paling lengkap karena ia memuat 102 macam ilmu al Quran. Kemudian beliau menyusun buku al Itqan fi Ulum al Quran  yang lebih padat dan sistematis, berisi 80 macam ilmu.[15]
Setelah as Suyuthi wafat, perkembangan Ulum al Quran seolah-olah telah mencapai puncaknya dan berhenti bersama dengan keberhentinya kegiatan ‘ulama dalam mengembangkan ‘Ulum al Quran. Dalam kondisi seperti itu diakibatkan oleh telah meluasnya virus sikap taqlid buta yang dalam sejarah ilmu-ilmu agama, (filsafah, fiqih, ilmu kalam, dsb). Sikap ini muncul setelah masa as Suyuthi ini. Keadaan (stagnasi) semacam itu berlangsung sejak beliau wafat hingga akhir abad XIII H.
f.       Pada abad XIV H.
Ketika sejarah memasuki abad ke XIV H perhatian para ‘ulama al Quran dalam menyusun kitab-kitab ilmu al Quran dan berbagai segi, bangkit kembali setelah tidur beberapa waktu lamanya. Diantara ‘ulama yang bergerak dalam bidang ilmu ‘Ulum al Quran pada abad ini adalah :
  • Jamal ad Din al Qasimi (wafat tahun 1332H) yang menyusun Mahasim ad Ta’wil
  • Thahrir al Jaza-iri (1335 H) yang menyusun buku at Tabyan
  • Muhammad Abdil ‘Adhim az Zarqani menyusun buku Manahil al ‘Irfan (2jilid)
  • Muhammad AalinSalamah yang menyusun buku Manhaj al Furqan
  • Thanthawil al Jauhari yang menyusun buku al Jawahir fi Tafsir al Quran
  • Muhammad Shadiq ar Rifa’i yang menyusun buku I’jaz al Quran
  • Mushthafa al Maraghi yang menyusun buku Tafsir al Maraghi
  • Sayid Quthub yang menyusun buku fi Dhilal al Quran
  • Muhammad Rasyid Ridla yang menyusun buku Tafsir al Quran
  • Dr. Muhammad Abdullah Darraz dengan bukunya Naba’ al’Adhim dan Dhaahrah Jadidah si al Quran.
  • Malik Ibn Nabi dengan bukunya adh Dhahrah al Quraniyyah (fenomena al Quran, terjemah Shaleh Makhfudzh)
  • Muhammad al Ghazali dengan bukunya Nadhrah fi Quran
  • Dr. Shubhi ash Shalih dengan Mabahits fi Ulum al Qurannya
  • Muhammad al Mubarak yang menyusun buku al Manhal al Khalid.[16]
Klasifikasi ulumul quran dan cabang-cabangnya
Pemahaman dan Ijtihad Ruang lingkup ulum al-Qur’an ini bila ditinjau dari segi pokok bahasannya  secara garis besar terdapat dua kelompok besar yaitu:
1)      Ilmu Riwayah, yaitu ilmu yang berhubungan dengan riwayat semata-mata, seperti yang membahas tentang macam-macam qiraat, tempat turun ayat-ayat al-Qur’an, waktu-waktu turunnya, dan sebab-sebabnya.[17]
2)      Ilmu Dirayah, yaitu ilmu yang berhubungan dengan dirayah, yakni ilmu yang diperoleh dengan jalan penelaahan secara mendalam seperti memahami lafaz yang gharib serta mengetahui ayat-ayat yang berhubungan dengan hukum.[18]
Diantara cabang-cabang Ulum al-Qur’an, para ulama sepakat menyatakan terdapat cabang-cabang terpenting sebagai berikut:
  • ‘Ilmu asbâb al-Nuzûl ( ilmu tentang sebab-sebab turunnya ayat-ayat al-Qur’an)
  • ‘Ilmu I’jâz al-Qur’ân ( ilmu tentang kemukjizatan al-Qur’an)
  • ‘Ilmu nâsikh wa al-Mansûkh ( Ilmu tentang ayat yang menghapus hukum ayat lain dan ayat yang dihapuskan hukumnya oleh ayat lain).
  • ‘Ilmu ahkâm al-Qur’ân ( ilmu tentang hukum-hukum al-Qur’an).
  • ‘Ilmu Fadhâil al-Qur’an ( Ilmu tentang keutamaan-keutamaan al-Qur’an).
  • ‘Ilmu Ta’wil al-Qur’an ( ilmu tentang takwil al-Qur’an )
  • `Ilmu Muhkâm wa al-Mutasyâbih ( Ilmu tentang ayat-ayat yang jelas dan yang samar).
  • Târikh al-Qur’an wa al-Tadwînih wa naskhih wa kuttâbih wa ras,ih ( sejarah al-Qur’an, pembukuannya, salinannya, penulis-penulisnya dan bentuk tulisannya).
  • `Ilmu I`râbal-Qur’ân (ilmu tentang tatabahasa al-Qur’an).
  • `Ilmu al-Qirâ’at ( ilmu tentang bacaan-bacaan al-Qur’an).
  • `Ilmu Munâsabah ( ilmu tentang sistematika al-Qur’an).[19]
Tujuan mempelajari ulumul quran
  • Agar dapat memahami kalam Allah ‘Aza Wajalla sejalan dengan keterangan yang dikutip oleh para sahabat dan para tabi’in tentang interprestasi mereka terhadap AlQur’an
  •  Agar mengetahui cara dan gaya yang digunakan oleh para mufassir (ahli tafsir) dalam menafsirkan Al-Qur’an dengan disertai penjelasan tentang tokoh-tokoh ahli tafsir yang ternama serta kelebihan-kelebihannya.
  •  Agar mengetahui persyaratan-persyaratan dalam menafsirkan Al-Qur’an
  • Mengetahui ilmu-ilmu lain yang dibutuhkan dalam menafsirkan Al-Qur’an.
Hubungan ‘Ulumul Qur’an dengan tafsir juga dapat dilihat dari beberapa hal yaitu Fungsi ‘Ulumul Qur’an sebagai alat untuk menafsirkan, yaitu:
  • Ulumul Qur’an akan menentukan bagi seseorang yang membuat syarah atau menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an secara tepat dapat dipertanggung jawabkan. Maka bagi mafassir ‘Ulumul Qur’an secara mutlak merupakan alat yang harus lebih dahulu dikuasai sebelum menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an.
  •  Dengan menguasai ‘Ulumul Qur’an seseorang baru bisa membuka dan menyelami apa yang terkandung dalam Al-Qur’an
  •  ‘Ulumul Qur’an sebagai kunci pembuka dalam menafsirkan ayat Al-Qur’an sesuai dengan maksud apa yang terkandung di dalamnya dan mempunyai kedudukan sebagai ilmu pokok dalam menafsirkan Al-Qur’an.
  •  Fungsi ‘Ulumul Qur’an sebagai Standar atau Ukuran Tafsir
    Apabila dilihat dari segi ilmu, ‘Ulumul Qur’an sebagai standar atau ukuran tafsir Al-Qur’an artinya semakin tinggi dan mendalam ‘Ulumul Qur’an dikuasai oleh seseorang mufassir maka tafsir yang diberikan akan semakin mendekati kebenaran, maka dengan ‘Ulumul Qur’an akan dapat dibedakan tafsir yang shahih dan tafsir yang tidak shahih.

Ada beberapa syarat dari ahli tafsir ( mufassir) yaitu:
1. Akidahnya bersih
2. Tidak mengikuti hawa nafsu
3. Mufassir mengerti Ushul at-Tafsir
4. Pandai dalam ilmu riwayah dan dirayah hadits
5. Mufassir mengetahui dasar-dasar agama
6. Mufassir mengerti ushul fiqh
7. Mufassir menguasai bahasa Arab
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa ‘Ulumul Qur’an sangat penting dipelajari dalam rangka sebagai pijakan dasar dalam menafsirkan Al-Qur’an oleh para mufassir. Dapat dikatakan semakin dikuasainya ‘Ulumul Qur’an oleh mufassir maka semakin tinggilah kualitas tafsir yang dibuatnya
.
Ruang lingkup kajian ulumul quran
menurut as suyuthi, ‘Ulum al Quran mencakup 80 macam ilmu. Dan masing-masing ilmu memiliki memeliki cabang-cabang. Azzarkasyi membahas 47 ilmu al quran. Dan al bulqini dengan bukunya mawaqi’ al ‘ulum min mawaqi’ an nujum membahs 50 macam ilmu al quran. Meskipun jumlah ilmu al quran itu sangat banyak, namun pada dasarnya kembali pada beberapa hal saja yakni:
1.      Pembahasan yang berkaitan dengan nuzul al quran, yaitu awqat an nuzul wa mawatin an nuzul (pembahasan tentang periode penuunan al quran dan tentang tempat penurunannnya), asbabun nuzul (pembahasan berkisar pada sebaba-sebabditurunkannya ayat), dan tarik an nuzul( pembahasan meliputi wahyu mana yang peratama dan terakhir diturunlkan ayat mana yang diturunkan secara berulang-ulang, ayat mana yang diturunkan secara bercerai-berai, ayat yang turun terkumpul, dan ayat tyang pernah diturunkan kepadaseorang nabisebelumnya maupunyang belum pernah diturunkankepada siapapun).
2.       Pembahasan yang berakitan dengan sanad, yakni meliputi mutawwatir, ahad, syadz, rupa-rupa qira’ah nabi, para rawi, dan para huffadh dan kalfiyattahammul(teknik penghafal).
3.      Pembahasn yang berkaitan dengan hal bacaan yang meliputi waqaf, ibtida’,imalah, mad, takhfif, hamzah dan idhgam.
4.      Pembahasan yang berkaitan dengan hal lafadh, yang meliputi ghorib lafadh, mu’raf, majaz, lafadh musytarak, muradif, isti’arah dan tasybih.
5.      Pembahasan yang berhubungan dengan hal makna alquran yang berkaitan dengan hukum, yang meliputi ‘am, khas, mujmal, mufashal, manthuq, mafhum, muhkam, mutasyabih, dan nasikh-mansyukh.
6.      Pembahasan makna al quran yang berkaitan dengan lafadh, yakni fashi dan washi, i’jaz, ithnab, musa-wah dan qashr.[20]
Urgensi ulumul Quran dalam menafsirkan al Quran
ulumul quran mempunyai kaitan yang erat dengan tafsir, dimana tafsir merupakan salah satu kajian dalamulumul Quran. Dan dalam menafsirkan alquran,ulumulquran sangat diperlukan oleh seorang mufassi. Dengan menguasainya seorang mufassir seorang mufassir terbantu dalam memahami ayat-ayat tersebut. Maka urgensi Ulumul Quran dalam memahami alquran sama halnya dengan urgensi ulumul hadis dalam memahami hadis, sebagaimana hadis tidak dapat dikuasai dan dipahami tanpa menguasai ilmu hadis terlebih dahulu, seperti iu pulalah alquan tidak akan dapat di pahami tanpa mengetahui ilmunya Quran atau Ulumul Quran.[21]
Bahasa al Quran yang sangat tinggi dalam penggunaan kata yang indah dan mengandung banyak uslub-uslub yang berbeda dengan bahasa lainnya, terutama bahasa non arab, seperti ungkapan sumpah dan lain sebagainnya.
Urgensi Ulumul Quran dalam penafsirannya secra lebih jelas terlihat pada ilmu ashbab an nuzul dan an-nasikh wa al-mansukh, tanpa menguasi ilmu ini, orang bisa tersalah dalam memahami ayat-ayat al Quran terutama ayat ayat al Quran yang khusus dituturkan untuk menjawab kasus-kasus tertentu yang tidak boleh di hukum yang di kandunginya digeneralisikan untuk semua kasus, seperti firman allah dalam surah al-maidah ayat 93 dan surah al-baqoroh ayat 11.[22] Yang terakhir ini adalah
و لله  المشرب فاينما تولوافثم وجه الله ان الله واسعٌ عليم
Dan kepunyaan allah timur dan barat maka kamu kemana akan menghadap disitu wajah allah.  (Qs  al-baqarah ayat 115).
Ayat ini secara umumtanpa melihat asbabunnuzulnya berarti bahwa seseorang, dalam solatnya, boleh dan sah menghadap kemana saja karena semua yang ada dalam semesta ini adalah milik allah. Jika kita pahami surah ini dengan begini makaia terlihat kontradiktif dengan surah al-baqarah ayat 143-144, yang memerintahan umat islam agar dalam sholat menghadap kiblat, yaitu ka’bah. Sbenarnya ayat di atas hanya berlaku pada kasus tertentu yang sama dengan asbab an-nuzul-nya.[23]
Mengenai asbabunnuzulnya al-Baqarah ayat 115 tersebut at-Tirmidzi mengatakan Amir berkata, kami pernah melakukan perjalanan bersama nabi SAW dalam malam yang gelap. Kami tidak tahu dimana arah kiblat. Maka setiap orang dari kami shalat menghadap ke suatu arah sesuai pikirannya. Setelah pagi tiba, kami menyampaikan hal itu kepada nabi SAW . maka turunlah ayat itu hanya berlaku pada kasus tersebut atau serupa dengan kasus itu.[24]
Demikian pula dengan an-Nusikh wa al-Mansukh, tanpa menguasai ilmu ini, seorang mufassir mungkin akan tersalah dengan menetapkan hukum berdasarkan ayat yang telah di-nashka-kan.
Kelahiran tema Ulumul Quran
dalam hal ini terdapat beberapa pendapat yang tentu harus diketahui sebagai perbandingan, yakni:
1.      Dikalangan para penulis sejarah ulumul al Quran umumnya berpendapat, bahawa lahirnya istilah ‘Ulumul al Quran sebagai suatu ilmu ,pada abad ke VII H.
2.      Az Zarrqani berpendapat, bahwa istilah ulum al Quran sebagai nama bagi suatu ilmu sudah dipakai pada abad V H. Oleh al huffi dalam bukunya al burhanfi Ulum al Quran.
3.      Shubhi Shalih berpendapat, bahwa istilah ulum al Quran sudah ada pada abad III H, yang dipikai oleh al Murzaban (wafat tahun 309 H) dalam bukunya al Hawi fi ‘Ulum al Quran.
4.      T.M. Hasbi Ash Shiddiqi menyatakan, bahwa menurut sejarah, al kafiyaji (wafat tahun 879 H) adalah ‘ulama yang pernah membukukan ‘ulum al Quran.
Bila disimpulkan maka penggunaan istilah ulum al Quran adalah sebagai berikut:
1.      Oleh Ibn  al Marzuban (wafat tahun 309 H), pada abad III H. (perintis)
2.      Oleh al Hufi (wafat tahun 430 H), pada abad V H.(penerus)
3.      Oleh Ibn al Jauzi (wafat tahun 597 H), pada abad VI H.(pengembang)
4.      Oleh as Ayakhawi (wafat tahun 643 H), pada abad VII H.
5.      Oleh az Zarkansyi (wafat tahun 794 H), pada abad VIII H (penyempurna)
6.      Oleh al Bulqini (wafat tahun 824 H), dan al kafiyaji (wafat tahun 879 H) pada abad IX H.
7.      Oleh as Suyuthi (wafat pada tahun 911 H)pada akhir abad IX H. Dan awal abad X H. (sebagai pelengkap kesempurnaan ulum al quran). Sedangkan kitab at Tahbir (827 H), dan al itqan (awal abad X H)adalah sebagai tanda puncak karya ilmiah dari seorang ‘Ulama ahli al Quran dalam bidang ‘Ulum al Quran, sebab setelah as Suyuthi wafat tenyata perkembangan ‘Ulum al Quran mengalami stagnasi hingga akhir abad XIII H.[25]
B.     Simpulan
Alquran adalah kalam allah yang diturunkankan kepada nabi Muhammad SAW melalui malaikat jibril. Dalam pembahasan ulumul quran, ini adalah ilmu yang membahas mengenai ilmu ilmu mempelajari al Quran dengan pembahasa mengenai ini yaitu mencakup dengan tujuan  ilmu Quran, sejarah, tujuan, pertama kali tema ulumul Quran, urgensi dan pembahasan tentang ulumul Quran, klasifikasi Ulumul Quran dan cabang-cabangnya. Diharapkan dengan pembahasan ini kita lebih tahu sedikit tentang apa itu ilmu al Quran.
C.    daftar pustaka
SF, Muhammad Syakur, Drs.,M.Ag,001 ‘ulumul al-QUR’AN, Semarang:


[1] Manna Khalil al-Qattan,Studi ilmu-ilmu Qur’an , hlm 10
[2] ibid
[3] ibid
[4] Dr. Kadar M. Yusuf, M.ag.,Studi alquran, hlm 1
[5] ibid
[6] Drs. M. Syakur SF., M.Ag., ‘ulumul al-QUR’AN, hlm 15
[7] ibid
[8] ibid
[9] ibid
[10] ibid
[11] ibid
[12] ibid
[13] ibid
[14] ibid
[15] ibid
[16] ibid
[17] ibid
[18] ibid
[19] ibid
[20] ibid
[21] ibid
[22] ibid
[23] ibid
[24] ibid
[25] ibid

1 komentar: