Kurikulum di Indonesia dalam Perspektif Filsafat
IlmU
Pendidikan merupakan investasi masa depan dan
masalah yang kita hadapi saat ini adalah pendidkan. Pernyataan diatas adalah
yang dikemukakan oleh Anggota dewan Pertimbangan Presiden(Wantimpres) yaitu
Prof Dr Abdul Malik Fadjar, benar sekali karena dalam memajukan dunia ini
terutama kemajuan suatu bangsa terletak pada kemajuan IPTEK di suatu bangsa,
dimana kualitas pendidikan dari seorang guru kepada siswa tak jauh dengan perkembangan
teknologi pada masa kini sehingga dapat berkolaborasi antara pendidikan dan
teknologi untuk mencapai tujuan tersebut maka kurikulum di Indonesia juga
sekian kalinya diubah untuk menyusuaikan perkembangan pendidikan dengan
perkembangan teknologi
Baru baru ini banyak kontrofersi mengenai tatanan
pendidikan di indonesia terutama dalam hal ketatanan kurikulum, seperti yang anda
ketahui saat ini mengenai kurikulum yang terjadi indonesaia, perombakan
kurikulum 2013 yang dahulu saebelum mentri dalam kabinet presiden jokowi yaitu
pada mentri di kabinet presiden Susilo Bambang Yudoyono dimana sempat ada
penggantian kurikulum dengan sebutan kurikulum 2013, yang banyak menuai
komentar baik positif dan negatif dari sekolah-sekolah
terutama dari guru-guru pengajar yang kebanyakan dari mereka mengatakan bahwa
kurikulum ini sangat terlalu tergesa-gesa yang dari ini ditinjau dari
kesiapannya dalam hal buku panduan pengajaran,sarana dan prasarana pendidikan
serta pelatihan terhadap guru pengajar
yang kurangmenyeluruh dan karena kurikulum ini juga menggunakan IPTEK yang banyak belum di kuasai oleh guru yang
sudah tua-tua (sepoh),dan karena itu mentri sekarang menghentikan sementara
kurikulum 2013 dan untuk saat ini kembali kekurikulum KTSP seperti ini yang
telah dikatakan mentri pendidikan Anies bvahwa kurikulum 2013 hanya akan
ditinjau kembali. Ini lantaran masih dibutuhkannya banyak persiapan sebelum
kurikulum itu dapat diterapkan secara
maksimal. Karena menurut beliau bahawa Selama setahun berjalan,
Kurikulum 2013 menimbulkan banyak masalah di 208 ribu sekolah. Bisa dibayangkan
pendidikan serta gurunya belum siap. Jadi bukan membatalkan kurikulum tapi
meninjau kembali," ujar Anies di bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Minggu
(14/12/2014).
Sejarah perombakan kurikulum di Indonesia dari pra
kemerdekaan sampai sekarang
Perlu anda ketahui bahwa dalam sejarah perombakan
kurikulum juga terjadi di negara maju di Eropa serta di indonesia juga sudah terjadi pada awal pertama adanya
pendidikan pada masa penjajahan Belanda atau pra kemerdekaan, pada Kurikulum
yang digunakan di Indonesia pra kemerdekaan dipengaruhi oleh tatanan sosial
politik Indonesia. Pada masa penjajahan Belanda, setidaknya ada dua sistem
pendidikan dan pengajaran yang berkembang saat itu. Pertama, sistem pendidikan
Islam yang diselenggarakan perantren. Kedua, sistem pendidikan Belanda. Sistem
pendidikan belanda pun bersifat diskriminatif. Karena dalam sistem pendidikan
ini dibagi berdasarkan golongan-golongan tingkat ke priyainan seorang siswa
Salah satu konsep terpenting untuk maju adalah
“melakukan perubahan”, tentu yang kita harapkan adalah perubahan untuk menuju
keperbaikan dan sebuah perubahan selalu di sertai dengan
konsekuensi-konsekuensi yang sudah selayaknya di pertimbangkan agar tumbuh
kebijakan bijaksana. Ini adalah perkembangan Kurikulum Pendidikan Kita:
RENCANA PELAJARAN 1947
Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan
memakai istilah leer plan. Dalam bahasa Belanda, artinya rencana pelajaran,
lebih popular ketimbang curriculum (bahasa Inggris). Perubahan kisi-kisi
pendidikan lebih bersifat politis: dari orientasi pendidikan Belanda ke
kepentingan nasional. Asas pendidikan ditetapkan Pancasila. Rencana Pelajaran
1947 baru dilaksanakan sekolah-sekolah pada 1950. Sejumlah kalangan menyebut
sejarah perkembangan kurikulum diawali dari Kurikulum 1950. Bentuknya memuat
dua hal pokok: daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, plus garis-garis
besar pengajaran. Rencana Pelajaran 1947 mengurangi pendidikan pikiran. Yang
diutamakan pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat, materi
pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian
dan pendidikan jasmani.
RENCANA PELAJARAN TERURA 1952
Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran
yang disebut Rencana Pelajaran Terurai 1952. “Silabus mata pelajarannya jelas
sekali. seorang guru mengajar satu mata pelajaran,” kata Djauzak Ahmad,
Direktur Pendidikan Dasar Depdiknas periode 1991-1995. Ketika itu, di usia 16
tahun Djauzak adalah guru SD Tambelan dan Tanjung Pinang, Riau.
Di penghujung era Presiden Soekarno, muncul Rencana
Pendidikan 1964 atau Kurikulum 1964. Fokusnya pada pengembangan daya cipta,
rasa, karsa, karya, dan moral (Pancawardhana). Mata pelajaran diklasifikasikan
dalam lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan, emosional/artistik,
keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan dasar lebih menekankan
pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.
KURIKULUM 1968
Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis: mengganti
Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama. Tujuannya
pada pembentukan manusia Pancasila sejati. Kurikulum 1968 menekankan pendekatan
organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar,
dan kecakapan khusus. Jumlah pelajarannya 9.
Djauzak menyebut Kurikulum 1968 sebagai kurikulum
bulat. “Hanya memuat mata pelajaran pokok-pokok saja,” katanya. Muatan materi
pelajaran bersifat teoritis, tak mengaitkan dengan permasalahan faktual di
lapangan. Titik beratnya pada materi apa saja yang tepat diberikan kepada siswa
di setiap jenjang pendidikan.
KURIKULUM 1975
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar
pendidikan lebih efisien dan efektif. “Yang melatarbelakangi adalah pengaruh
konsep di bidang manejemen, yaitu MBO (management by objective) yang terkenal
saat itu,” kata Drs. Mudjito, Ak, MSi, Direktur Pembinaan TK dan SD Depdiknas.
Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam
Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Zaman ini dikenal istilah
“satuan pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap
satuan pelajaran dirinci lagi: petunjuk umum, tujuan instruksional khusus
(TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan
evaluasi. Kurikulum 1975 banyak dikritik. Guru dibikin sibuk menulis rincian
apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran.
KURIKULUM 1984
Kurikulum 1984 mengusung process skill approach.
Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting.
Kurikulum ini juga sering disebut “Kurikulum 1975 yang disempurnakan”. Posisi
siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu,
mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara
Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL).
Tokoh penting dibalik lahirnya Kurikulum 1984 adalah
Profesor Dr. Conny R. Semiawan, Kepala Pusat Kurikulum Depdiknas periode
1980-1986 yang juga Rektor IKIP Jakarta — sekarang Universitas Negeri Jakarta —
periode 1984-1992. Konsep CBSA yang elok secara teoritis dan bagus hasilnya di
sekolah-sekolah yang diujicobakan, mengalami banyak deviasi dan reduksi saat
diterapkan secara nasional. Sayangnya, banyak sekolah kurang mampu menafsirkan
CBSA. Yang terlihat adalah suasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa
berdiskusi, di sana-sini ada tempelan gambar, dan yang menyolok guru tak lagi
mengajar model berceramah. Penolakan CBSA bermunculan.
KURIKULUM 1994 dan SUPLEMEN KURIKULUM 1999
Kurikulum 1994 bergulir lebih pada upaya memadukan
kurikulum-kurikulum sebelumnya. “Jiwanya ingin mengkombinasikan antara
Kurikulum 1975 dan Kurikulum 1984, antara pendekatan proses,” kata Mudjito
menjelaskan.
Sayang, perpaduan tujuan dan proses belum berhasil.
Kritik bertebaran, lantaran beban belajar siswa dinilai terlalu berat. Dari
muatan nasional hingga lokal. Materi muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan
daerah masing-masing, misalnya bahasa daerah kesenian, keterampilan daerah, dan
lain-lain. Berbagai kepentingan kelompok-kelompok masyarakat juga mendesakkan
agar isu-isu tertentu masuk dalam kurikulum. Walhasil, Kurikulum 1994 menjelma
menjadi kurikulum super padat. Kejatuhan rezim Soeharto pada 1998, diikuti
kehadiran Suplemen Kurikulum 1999. Tapi perubahannya lebih pada menambal
sejumlah materi.
KURIKULUM Berbasis Kompetensi 2004
Bahasa kerennya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK).
Setiap pelajaran diurai berdasar kompetensi apakah yang mesti dicapai siswa.
Sayangnya, kerancuan muncul bila dikaitkan dengan alat ukur kompetensi siswa,
yakni ujian. Ujian akhir sekolah maupun nasional masih berupa soal pilihan
ganda. Bila target kompetensi yang ingin dicapai, evaluasinya tentu lebih
banyak pada praktik atau soal uraian yang mampu mengukur seberapa besar
pemahaman dan kompetensi siswa
Meski baru diujicobakan, toh di sejumlah sekolah
kota-kota di Pulau Jawa, dan kota besar di luar Pulau Jawa telah menerapkan
KBK. Hasilnya tak memuaskan. Guru-guru pun tak paham betul apa sebenarnya
kompetensi yang diinginkan pembuat kurikulum.
Sekilas tentang kurikulum
1) Pengertian
kurikulum
Kurikulum secara umum dapat
diartikan sebagai pengalaman peserata didik, baik di sekolah maupun diluar
sekoalah dibawah bimbingan lembaga pendidikan (sekolah0. Menurut nasution dan
khaeruddin, dkk. Kurikulum dapat dipahami dala empat perspektif.
- Kurikulum
sebagai produk, kurikulum sebagai hasil karya pengembangan kurikulum
- Kurikulum
sebagai program, alat untuk mencapai yujuan sekolah
- Kurikulum
sebagai hal-hal yang dipelajari siswa,yaitu pengetahua sikap dan
ketrampilan tertentu
- Kurikulum
sebagai pengalaman sisiwa
2) Fungsi
kurikulum
Kurikulum mempunyai tiga fungsi,
yaitu sebagai
- Pedoman
penyelenggaraan pendidikan pada lembaga pendidikan dalam rangka mencapai
tujuan
- Batasan
program kegiatan pembelajaran yang harus dilakukan pada jenjang
pendidikan, kelas, atau semester
- Pedoman
guru dalam melaksanakan pembelajaaran sehingga terarah untuk mencapai
tujuan
3) Komponen
kurikulum
Setiap kurikulum mengandung minimal
empat komponen
- Tujuan
pembelajaran
- Isi
pembelajaran
- Metode
pembelajaran
- Evaluasi
pembelajaran
Keempat
kurikulum diatas merupakan suatu sistemyang saling terkait sehingga merupakan
satu kesatuan
4) Jenis-jenis
kurikulum
Menuurut khaeruddin, dkk. Kurikulum
dapat dikelompokan menjaditiga golongan, yaitu:
a. Kurikulum
mata pelajaran terpiasah (sparated subjek curicullum), kurikulum yang menyajikan
mata pelajaran yang harus dipelajari
peserta didik dalam bentuk subjek atau mata pelajaran yang terpisah satu sama
lain
b. Kurikulum
matapelajaran yang harus dipelajari saling berhubungan (corellated curriculum),
kurikulum yang berkaitan dengan pelajaran yang harus dipelajari peserta didik
dala bentuk subjek saling berhubungan dan berkaitan sedemikian rupa seingga
antar matapelajaran saling melengkapi dan memperkuat.
c. Kurikulum
terpadu (integrated curriculum), kkurikulum yang menyajikan beberapa mata
pelajaran yang harus dipelajari peserta didik merupakan keterpaduan dari
beberapa mwta pelajaran dengan meniadakan batas-batas mata pelajaran sehingga
bahan pembelajaran disajikan dalam bentuk unit-uni pembelajaran.
5) Kurikulim
sebagai konsep yang dinamis
Konsep-konsep
dan produk kurikulum bukanlah konsep yang statis, melainkan dinamis, artinya
selalu berkembang dalamberbagai aspeknya sesuai dengan perkembangan jaman dan
tuntutanmasyarakt pemakainya. Dalam sistem pendidikan di indonesia,kurikulum
senantiasa ditinjau ulang setiap 10(sepuluh)tahun untuk mengadakan revisi atau
bahkan perubahan .diantara waktu itu, yaitu setiap 5(lima) tahun kurikulum yang
bearlaku dievaluasi untuk mengantisipasi perubahan dalam sekaligus melihat
seberapa jauh kurikulum dilaksanakan beserta hasil-hasil pencapaiannya.
6) Pengembangan
isi kurikulum
Kandungan
kurikulum merupakan konsep atau rencana ideal yang tidak akan memiliki makna
tanpa dilanjutkan dengan implementasi secara operasional. Dlam rangka
implementasi kurikulum ,seluruh komponen lain, kandungan ideal kurikulum
dilaksanakan dengan dukungan subsistem pendukungnya secara terpadu dan
berkesinambungan.
Pengembangan isi
kurikulum merupakan upaya konseptual dan praktis untuk mengimplementasiakan
kandungan isi dari kurikulum yang didukung dengan subsistem atau komponen yang
lain.
7) Dasar-dasar
pengembangan kurikulum
- Standar
isi
Standar isi
maencangkup lingkup menteri dan tingkat kompetensi lulusan pada jenjang dan
jenis pendidikan tertentu.
- Standar
kompetenasi kaluluasan
Standar
kompetensi kelulusan (SKL) adalah keseluruhan kompetensi dari semua mata
pelajaran atau kelompok mata pelajaran yang dipelajari peserata didik pada
jenjang dan jenis pendidikan tertentu . SKL berfungsi sebagai pedoman penilian
dalam penenttuan kelulusan peserta didik dari jenis dan jenjang tertentu. Dasar
pengembangan SKL adalah tujuan jenjang dan jenis pendidikan.
SKL meliputi tiga tingkatan, yaitu:
a. SKL
satuan pendidiakn
b. SKL
kelompok mata pelajaran sesuai satuan pendidikan
c. SKL
mata pelajaran sesuai satuan pendidikan.
8) Standar
pendukung pengembangan isi kurikulum
standar
pendidikan seperti standar isi, SKL, standar proses , dan standar penilaian
merupakan pedoman langsung untuk mengembangkan isi kurikulum, yaitu
terlalksananya proses pembelajaran . sebagai suatu sisitem, pengembagan isi
kurikulum masih dipengaruhi oleh standar pendidikan atau subsistem yang lain,
yaitu standar pendidiakn dan tenaga kependidiakn, standar kepengoalaan, dan
standar sarana dan prasarana,serta standar pembiayaan.
Kurikulum
dalam Filsafat
Tanpa bermaksud untuk mendikotomikan, dalam kajian filsafat
pendidikan pada umumnya, setidak-tidaknya, dikenal adanya dua aliran filsafat
besar, yaitu Idealisme dan Pragmatisme yang keduanya
jelas memiliki perspektif yang berbeda dalam memandang hakekat pendidikan,
tujuan pendidikan, tugas pendidikan, dan juga kurikulum pendidikan.
1) Idealisme
Dalam sejarah filsafat Barat, idealisme selalu identik
dengan Plato. Hal demikian sangat wajar sebab Palto memang dianggap sebagai
Bapak dari filsafat idealisme. Menurut Plato, hakekat segala sesuatu tidak
terletak pada sifat materi atau bendawi, tetapi sesuatu yang berada dibalik
materi itu, yaitu ide. Ide bersifat kekal, immaterial, dan tidak berubah.
Walaupun materi hancur, ide tidak ikut musnah.
Pada ranah pendidikan, aliran Idealisme ini menganggap bahwa
hakekat pendidikan adalah semangat ingin kembali kepada warisan budaya masa
silam yang agung dan ideal, sehingga pendidikan diartikan sebagai “cultural
conservation”, yakni sebagai pemelihara kebudayaan.
Adapun yang menjadi tujuan pendidikan menurut aliran Idealisme ini adalah
untuk membentuk anak didik agar menjadi manusia yang sempurna, yang berguna
bagi masyarakatnya. Dan sebagai konsekuensi logisnya, maka pendidikan model
aliran Idealisme ini lebih menekankan pengkayaan pengetahuan (transfer of
knowledge) tanpa harus memperhitungkan tuntutan dunia praktis (kerja dan
industri.
Dengan model pemikiran seperti itu, maka kurikulum Idealisme
mendasarkan pada prinsip: Pertama, kurikulum yang kaya materi,
berurutan, dan sistematis yang didasarkan pada target tertentu yang tidak
dapat dikurangi sebagai satu kesatuan pengetahuan, kecakapan, dan sikap yang
berlaku dalam kebudayaan yang demokratis. Kedua, kurikulum menekankan
penguasaan yang tepat atas isi atau materi kurikulum.
Dari prinsip-prinsip tersebut kemudian dibuat pedoman dalam
merumuskan kurikulum idealisme yang pada dasarnya harus sesuai dengan kebutuhan
dan kemampuan anak, yang mengutamakan pada “essential studies” yang
meliputi metode ilmiah, dunia organis dan an-organis, human environment
(lingkungan manusia, budaya, dan alamiah), serta apreasi terhadap seni.
Selain itu dalam kurikulum idealisme sekolah dianggap
sebagai pusat intellectual training dan character building, yang
secara formal melatih dan mengembangkan daya jiwa yang sudah ada.
2) Pragmatisme
Pragmatisme biasa diidentikkan dengan filsafat bangsa
Amerika karena Pragmatisme merupakan filsafat yang mencerminkan secara kuat
sifat kehidupan Amerika, dimana filsafat ini merupakan penengah antara filsafat
empirisme dan idealisme dengan menggabungkan hal-hal yang berarti antara
keduanya.
Kemunculan pragmatisme sebagai aliran filsafat dalam
kehidupan kontemporer telah banyak membawa kemajuan-kemajuan yang pesat baik
dalam ilmu pengethuan maupun tehnologi. Pragmatisme telah berhasil membuat
aktifitas filsafat yang sebelumnya bersifat metafisis, idealis, abstrak, dan
intelektualis yang cenderung “melangit”, menjadi aktifitas riil, inderawi, dan
mnafaatnya langsung bisa dirasakan secara prkatis-pragmatis dalam kehiudpan
sehari-hari.
Dalam ranah pendidikan, aliran Pragmatisme berpendapat bahwa
hakekat pendidikan merupakan proses masyarakat mengenal diri. Dengan perkataan
lain, pendidikan adalah proses agar masyarakat menjadi hidup dan dapat melangsungkan
aktifitasnya untuk masa depan. Dengan demikian, pendidikan adalah proses
pembentukan impulse (perbuatan yang dilakukan atas desakan hati), yang
berorientasi pada futuralistic, yakni sebuah pendidikan yang berwawasan
pada masa depan. Dari karakter yang demikian, maka pendidikan pragmatisme
menganjurkan agar yang berbuat, yang menghasilkan, dan yang mengajar adalah
peserta didik sendiri. Sedangkan peran pendidik lebih berfungsi sebagai
fasilitator dan pembimbing.
Dalam pandangan Pragmatisme, tidak ada suatu materi
pelajaran tertentu yang bersifat universal dalam sistem dan metode pelajaran
yang selalu tepat untuk semua jenjang sekolah, sebab pengalaman, kebutuhan
serta minat individu atau masyarakat berbeda menurut tempat dan zaman. Dalam
hal ini kurikulum pragmatisme bersifat elastis dan fleksibel sesuai dengan
tuntutan dan kebutuhan masyarakat. Kurikulum Pragmatisme bergerak dinamis
diatas prinsip kebebasan, menghendaki bentuk yang bervariatif dan dengan materi
yang kaya.
Adapun mengenai muatan isi kurikulum, Pragmatisme mendorong
perkembangan pribadi anak didik yang meliputi perkembangan minat, pikir dan
kemampuan praktis. Bentuk demikian inilah yang oleh Kilpatrick disebut dengan emerging
curriculum, yaitu kurikulum yang realistis dari kehidupan peserta didik.
Dalam pelaksanaannya, kurikulum Pragmatisme mengutamakan
pengalaman yang didasarkan atas kebutuhan dan minat peserta didik, yang
diarahkan bagi perkembangan pribadi secara integral terutama aspek pikir,
perasaan, motorik, dan pengalaman sosial.
Demikianlah model kurikulum aliran Idealisme dan
Pragmatisme, yang sebenarnya hanya merupakan pembedaan secara garis besar saja,
karena selain kedua aliran utama tersebut, masih terdapat aliran-aliran
filsafat lain yang memiliki pengikut yang cukup banyak, dan kemudian Penulis
pilih empat aliran saja sebagai penjelas dan penguat bagi kedua kedua aliran
utama tersebut diatas, yaitu perenialisme, esensialisme, progresivisme dan
rekonstruksionisme.
- Perenialisme
Perenialisme merupakan aliran filsafat yang menganggap bahwa
zaman sekarang sebagai zaman yang kurang “sehat”, dan untuk mengembalikan
kepada keadan semula diperlukan “dokter” yang sudah terkenal. Aliran ini juga
menganggap bahwa kebudayaan dewasa ini mempunyai landasan-landasan yang kurang
jelas sehingga diperlukan usaha-usaha untuk kembali pada fundamen-fundamennya
dengan menunjuk kepada apa yang telah dihasilkan oleh zaman Yunani dan abad
pertengahan.Jelasnya, Perenialisme ini
bercorak regresif, yaitu sikap yang menghendaki kembali pada jiwa yang
menguasai peradaban skolastik Yunani dan abad pertengahan, karena ia merupakan
jiwa yang menuntun manusia hingga dapat dimengerti adanya tata kehidupan yang
telah ditentukan secara rasional.
Dalam hal kurikulum, aliran ini menganggap hal yang
terpenting dalam kurikulum adalah isi (content) mata pelajaran-mata
pelajaran yang tepat dan benar. Oleh karena kondisi demikian, maka dalam
pendidikan peran utama dipegang oleh guru atau pendidik. Keaktifan dan
kreatifitas subyek didik dikembangkan dengan bersendikan atas pengetahuan dan
keterampilan yang benar.
Disamping itu, masih menurut aliran Perenialisme, pendidikan
persekolahan diusahakan sama bagi setiap orang,dimana
peserta didik diajak untuk menemukan kembali dan menginternalisasi kebenaran
universal dan konstan dari masa lalu. Oleh karena itu metode yang digunakan
dalam kurikulum model aliran Perenialisme ini adalah mengkaji terhadap
buku-buku yang membahas peradaban Barat dan abad pertengahan melalui membaca
dan diskusi untuk menyerap dan menguasai fakta-fakta dan informasi.
- Essensialisme
Aliran Esensialisme ini hampir mirip dengan Perenialisme.
Bedanya, kalau Perenialisme bercorak regresif, Esensialisme lebih
bercorak konservatif, yakni sikap untuk mempertahankan nilai-nilai
budaya manusia. Esensialisme ini menghendaki pendidikan yang bersendikan
atas nilai-nilai yang tinggi, yang hakiki kedudukannya dalam kebudayaan, dan
nilai-nilai inilah yang hendaknya sampai kepada manusia melalui sivilisasi
dan yang telah teruji oleh waktu.
Menurut teori Essentialist ini, tujuan pendidikan
adalah sebagai perantara atau pembawa nilai-nilai yang ada dalam “gudang” di
luar ke dalam jiwa peserta didik, sehingga ia perlu dilatih agar mempunyai
kemampuan absorbsi (penyerapan) yang tinggi.
Disini peran guru atau pendidik memiliki peran yang sentral dalam menyampaikan
warisan budaya dan sejarah seputar inti pengetahuan yang terakumulasi begitu
lama dan bermanfaat untuk peserta didik.Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa kurikulum menurut aliran ini bersifat subject
centered, dimana guru sebagai pusat pembelajaran yang lebih ditekankan pada
keterampilan membaca, menulis dan menyerap ide-ide demi mengembangkan mind
peserta didik dan kesadaran akan dunia fisik sekitarnya.
- Progresivisme
Aliran Progresivisme dapat dikatakan telah berbuat banyak
dalam mengadakan rekonstruksi di dalam pendidikan modern dalam abad XX.
Progresivisme banyak meletakkan tekanan dalam masalah kebebasan dan kemerdekaan
kepada peserta didik dan menentang keras pendidikan tradisional, yang biasanya
menentukan materi pembelajaran tanpa memperhatikan kebutuhan dan minat peserta
didik.
Menurut George R. Knight, pemikiran progresivisme banyak
sekali dipengaruhi oleh pragmatisme-nya John Dewey dan Psikoanalisis-nya
Sigmund Freud yang menganjurkan lebih banyak kebebasan untuk berekspresi bagi
peserta didik dan lingkungan yang lebih terbuka sehingga peserta didik dapat
mengerahkan energinya dengan cara yang efektif. Menurut aliran ini, peserta
didik dianggap sebagai makhluk yang dinamis, sehingga dia diberi kesempatan
untuk menetukan harapan dan tujuan mereka dan guru (pendidik) lebih berperan
sebagai penasehat, penunjuk jalan, dan rekan seperjalanan. Disini, guru
bukanlah satu-satunya orang yang paling tahu. Dengan demikian, pendidikan harus
berpusat pada peserta didik (child centered),tidak
tergantung pada text book atau metode pengajaran tekstual. Pendidikan
progresivisme juga tidak menggunakan hukuman fisik atau menakut-nakuti sebagai
pembentuk sikap disiplin.
Menurut teori Progresive ini, kurikulum dibangun dari
pengalaman personal dan sosial peserta didik. Hal demikian dilakukan agar
peserta didik memiliki keterampilan, alat dan pengalaman sosial dengan
melakukan interaksi dengan lingkungan dan akhirnya memiliki kemampuan problem
solving, baik personal maupun sosial.
- Rekonstruksionisme
Menurut penggagas teori rekonstruksionis, yaitu George S.
Count, aliran ini muncul sebagai akibat dari penerapan ide-ide demokrasi dan
tata ekonomi kapitalisme yang menjurus pada individualisme dan laises faire.
Dan masyarakat yang demikian perlu direkonstruksi kembali dengan penerapannya
yang menjamin adanya kesamaan.
Menurut teori Rekonstruksi, fungsi pendidikan adalah untuk
mengembangkan potensi peserta didik sehingga menjadi cakap dan kreatif
sekaligus mampu bertanggungjawab dalam berinteraksi, membangun serta
mengembangkan masyarakatnya. Lebih jauh lagi, agar pendidikan dapat menyadari
antara keterikatan perumbuhan dan perkembangan tehnologi dan industrialisasi
dengan perubahan masyarakat. Disini, pengetahuan atau kemampuan profesional,
misalnya, hendaknya bisa disumbangkan bagi terbentuknya masyarakat baru.
Dan, peran sekolah adalah dengan menjadi perantara utama bagi perubahan sosial,
politik, dan ekonomi dalam masyarakat dengan membuat peserta didik sadar akan
persoalan-persoalan yang dihadapi umat manusia, memiliki kesadaran untuk
memecahkan problem tersebut dan akhirnya membangun tatanan masyarakat yang baru.